Kamis, 23 Juni 2011

PENERAPAN ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA TAHAP PEMBUKTIAN DALAM SENGKETA PERDATA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TAHUN 2002-2006) (644)


PENERAPAN ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM PADA TAHAP PEMBUKTIAN DALAM SENGKETA PERDATA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TAHUN 2002-2006) (644)
(E 0003271) Hukum Acara
ABSTRAK

RATMANING PRATITI HS.  E  0003271.   2006.  PENERAPAN ASAS AUDI ET ALTERAM PARTEM DALAM PEMBUKTIAN PADA SENGKETA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta Tahun 2002-2006.  Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi.
            Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas Audi Et Alteram Partem dalam pembuktian pada sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta juga untuk mengetahui hambatan yang dihadapi hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dalam menerapkan asas Audi Et Alteram Partem dan cara penyelesaiannya.
            Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dan apabila dilihat dari jenisnya termasuk penelitian hukum empiris atau non doctrinal.  Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta.  Jenis data yang yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder.  Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui wawancara dengan Bapak Ganjar Soesilo, S.H., selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan Bagian Kepaniteraan di Pengadilan Negeri Surakarta dan dengan studi pustaka baik berupa berkas-berkas perkara Nomor 19/Pdt.G/2002/PN.Ska dan Nomor 90/Pdt.G/2004/PN.Ska., dokumen-dokumen, buku-buku literatur, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penulisan ini.  Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif.
            Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa penerapan asas Audi et alteram Partem dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut: pertama adanya  panggilan sidang oleh panitera Pada pembuktian, panggilan ditujukan kepada kedua belah pihak untuk hadir dimuka persidangan guna menunjukkan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil apa yang telah disampaikan oleh para pihak.  Kedua, sebutan “penggugat” dan “tergugat” terhadap para pihak pada saat sidang sehingga kedudukan para pihak sama sebagai pihak yang berperkara.  Ketiga, dalam pengajuan alat bukti, pihak Penggugat maupun Tergugat mempunyai hak yang sama untuk mengajukan bukti-bukti  Sedangkan hambatan hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dalam menerapkan asas Audi Et Alteram Partem antara lain karena masalah tingkat pendidikan, dimana kedudukan tidak seimbang pada saat para pihak tidak mempunyai tingkat pendidikan yang sama atau bahkan salah satu pihak tidak mempunyai tingkat pendidikan. Selanjutnya Tidak hadirnya para saksi dan keterbatasan biaya dari salah satu pihak untuk keperluan di pengadilan. Dimana salah satu pihak tidak mempunyai dana yang memadai untuk menghadirkan kuasa hukum.  Apalagi apabila pihak tersebut tidak mengetahui tentang hukum.  Sedangkan pihak lawannya dapat menghadirkan kuasa hukum dalam sidang pemeriksaan.  .Akan tetapi hakim Pengadilan Negeri Surakarta juga tidak tinggal diam dalam menghadapi kendala yang dihadapi tersebut.  Cara yang ditempuh oleh hakim Pengadilan Negeri Surakarta adalah dengan bersikap kooperatif. 



                                                      Sidang Pleno MK
Kencana SH/Humas MKAudi et alteram partem merupakan kalimat dari bahasa latin yang berarti: “Dengarkan sisi lain”. Kalimat ini dikenal sebagai asas hukum dalam hukum acara atau hukum prosesuil. Agar sebuah proses persidangan berjalan seimbang, maka kedua belah pihak harus di dengar dan diberikan kesempatan yang sama demi keadilan. Hakim tidak boleh menerima keterangan hanya dari satu pihak saja, tanpa terlebih dahulu mendengar dan memberikan kesempatan pihak lain mengajukan pendapatnya. Konsekwensi asas ini jika salah satu pihak memberikan dan mengajukan alat bukti di persidangan, maka pihak lawan harus mengetahui dan hadir di persidangan.

Azas Audi et Lateram Partem dikenal sebagai azas keseimbangan dalam hukum acara pidana, yakni seorang hakim wajib untuk mendengarkan pembelaan dari pihak yang disangka atau didakwa melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum guna menemukan kebenaran materiil suatu perkara yang diadilinya. Hak untuk didengar pendapatnya sebagai perwujudan asas audi et alteram partem ini juga adalah merupakan hak yang dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945.
Di dalam hukum acara perdata, asas ini memberikan kedudukan sama kepada para pihak di muka hakim dengan beban pembuktian yang seimbang. Hakim harus membagi beban pembuktian berdasarkan kesamaan kedudukannya. Asas ini membawa akibat kemungkinan untuk menang bagi para pihak dengan kesempatan sama. Pada asanya dalam hukum perdata secara umum, siapa yang mendalilkan sesuatu, maka dialah yang harus membuktikannya sebagaimana ditentukan dalam HIR. Namun dalam prakteknya pembagian beban pembuktian dirasakan adil yang dibebani pembuktian adalah pihak yang paling sedikit dirugikan jika disuruh membuktikan.
Terkait dengan asas ini, jika pihak Tergugat/Termohon telah dipanggil secara patut akan tetapi tidak hadir, maka pengadilan dapat mengabulkan gugatan dengan putusan tanpa kehadiran Tergugat (verstek), kecuali kalau gugatan melawan hak atau tidak beralasan. Hakim tetap harus mempertimbangkan terbukti tidaknya dalil-dalil yang diajukan oleh Penggugat/Pemohon.
Dalam praktek, permohonan yang diajukan dalam bentuk permohonan (voluntaire), padahal didalamnya terdapat sengketa, tidak diperkenankan. Hal ini untuk seharusnya dalam bentuk gugatan (contentiosa), karena untuk melindungi kepentingan orang-orang yang berkepentingan dengan perkara. Tidak dimasukkannya pihak-pihak berkepentingan, padahal terdapat sengketa di dalamnya, mengakibatkan sebuah permohonan dinyatakan tidak diterima (NO). Hal ini semata-mata untuk melindungi penyalahgunaan sebuah gugatan, akan tetapi diajukan dalam bentuk permohonan.
Di dalam hukum acara di Mahkamah Konstitusi (MK), asas ini tidak tegas dicantumkan. Namun pada dasarnya norma yang dirumuskan pasal-pasal undang-undang merupakan penjabaran asas ini. Begitu pula dalam Peraturan MK, memberikan kesempatan sama memberikan keterangan mulai dari pemberitahuan permohonan, kesempatan mengajukan jawaban dan bukti-bukti, masuknya pihak-pihak berkepentingan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, karakteristik perkara di MK menyangkut kepentingan publik, oleh karenanya asas-asas lain belum tentu sesuai. Hakim Konstitusi terikat dengan kewajiban aktif dalam persidangan dengan kondisi masyarakat pencari keadilan belum seimbang dalam pengetahuan dan kemampuan. Ketentuan Pasal 5 (1) UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang” dan Ayat (2) “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.” juga berlaku di MK. (Miftakhul Huda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar